Beranda > Penyakit fisik > Hepatitis C

Hepatitis C

Apakah Hepatitis C Itu?
Hepatitis C adalah penyakit hati yang disebabkan virus hepatitis C (HCV). Penyakit ini disebarkan melalui darah yang terinfeksi HCV. HCV mudah menular bila pengguna narkoba memakai peralatan suntiknya bergantian. Lebih dari 80 persen pengguna narkoba suntikan terinfeksi HCV. Hepatitis C juga dapat disebarkan melalui hubungan seks.

HCV lebih mudah ditularkan dibanding HIV melalui darah yang tercemar. Di Indonesia, ada kurang-lebih 40 kali lebih banyak orang HCV-positif dibanding HIV-positif. Kita bisa terinfeksi HCV dan tidak menyadarinya. 15‑30 persen orang memberantas HCV dari tubuhnya tanpa pengobatan. 70‑85 persen lainnya mengembangkan infeksi kronis, dan virus ini bermukim dalam tubuhnya kecuali bila berhasil diobati. HCV dapat mengakibatkan kerusakan hati parah yang menyebabkan hatinya gagal dan kematian.

Hepatitis C akut merujuk pada 6 bulan pertama setelah infeksi HCV. Antara 60% hingga 70% dari orang yang terinfeksi tidak memperlihatkan gejala selama masa ini. Sedangkan pada minoritas pasien lainnya yang menunjukkan gejala ringan dan sama dengan gejala penyakit lainnya, sehingga jarang mengarah ke diagnosa spesifik dari hepatitis C. Gejala yang mirip dengan gejala penyakit lainnya itu yaitu penurunan nafsu makan, kelelahan, sakit abdominal, sakit kuning, gatal, dan gejala-gejala mirip flu.

Hepatitic C kronis merujuk setelah 6 bulan pertama setelah infeksi HCV. Banyak yang tanpa gejala, tapi beberapa kasus menunjukkan terjadi peradangan pada hati. Proses perusakan hati berlangsung lama, dan cepat atau lambatnya proses sirosis (rusaknya jaringan sel di hati) akibat virus ini pada setiap orang berbeda-beda. Bahkan ada yang mencapai masa 30 tahun lamanya. Sirosis dapat menimbulkan komplikasi yaitu tekanan darah tinggi.

Diagnosis HCV
Setelah HCV merusak hati, tes darah akan menunjukkan hasil tes fungsi hati yang tidak normal. Tingkat SGPT dan SGOT dapat menjadi tanda adanya penyakit atau kerusakan hati.

Bahkan hasil tes fungsi hati normal, HCV mungkin sudah mulai merusak hati. Jika kita HIV, sebaiknya kita dites HCV, terutama jika kita pernah memakai peralatan suntik narkoba bergantian.

Tes darah untuk infeksi HCV termasuk tes antibodi HCV dan tes viral load. Tes ini serupa dengan tes HIV. Viral load HCV sering kali berjuta-juta. Hasil tes ini tidak meramal laju penyakit seperti viral load HIV. Tes antibodi HCV mungkin tidak menemukan infeksi HCV pada kurang-lebih 20 persen orang dengan HIV dan HCV. Odha dengan tes funsi hati yang abnormal sebaiknya mempertimbangkan untuk melakukan tes viral load HCV.

Beberapa dokter melakukan tes yang disebut biopsi, untuk menyakinkan adanya kerusakan hati kita. Sel hati diambil dengan jarum yang tipis, dan diperiksa dengan mikroskop. Biopsi adalah cara terbaik untuk mengetahui apakah hati kita rusak.

Pengobatan
Infeksi HCV lebih mudah disembuhkan jika pengobatan dimulai sangat dini sejak terinfeksi. Sayangnya, tanda awal hepatitis tampaknya seperti flu. Sebagian besar kasus baru didiagnosis beberapa tahun setelah terinfeksi.

Langkah pertama dalam mengobati HCV adalah untuk menentukan jenis HCV. Ada enam jenis HCV yang diketahui, yang disebut genotipe. Sebagian besar orang terinfeksi dengan genotipe 1. Beberapa orang terinfeksi genotipe 2 atau 3. Genotipe 1 lebih sulit diobati dibandingkan genotipe 2 atau 3.

Pengobatan umum untuk HCV adalah kombinasi obat interferon dan ribavirin. Interferon harus disuntikkan di bawah kulit tiga kali seminggu. Ribavirin adalah pil yang dipakai dua kali sehari. Obat ini mempunyai efek samping yang parah, termasuk gejala mirip flu, lekas marah, depresi, dan kadar rendah sel darah merah (anemia) atau sel darah putih.

Ribavirin meningkatkan jumlah ddI dalam aliran darah, dan dapat meningkatkan efek samping ddI. Jangan memakai ribavirin sekaligus dengan AZT. Ribavirin dapat menyebabkan cacat lahir. Perempuan sebaiknya tidak memakainya selama enam bulan atau lebih sebelum menjadi hamil, atau selama kehamilan. Laki-laki sebaiknya tidak memakai ribavirin untuk sedikitnya enam bulan sebelum menghamili seorang perempuan.

Pada 2001, bentuk interferon baru yang disebut pegylated interferon disetujui untuk mengobati HCV. Jenis obat ini bertahan lebih lama dalam darah. Hanya satu suntikan dibutuhkan setiap minggu. Pegylated interferon tampaknya lebih kuat dari bentuk asli. Obat ini juga dipakai dalam kombinasi dengan ribavirin.

Pengobatan HCV biasanya berjalan selama 6‑12 bulan, tergantung genotipe HCV. Setelah pengobatan, kurang-lebih 40 persen pasien dengan HCV genotipe 1 dan 80 persen pasien dengan genotipe 2 atau 3 mempunyai viral load HCV yang tidak dapat dideteksi. Ini berarti jumlah HCV dalam darahnya terlalu rendah untuk dideteksikan. Persentase ini berlaku untuk orang dengan HCV, tidak untuk orang yang juga terinfeksi HIV. Angka untuk Odha lebih rendah. Orang dengan viral load HCV yang masih dapat dideteksi setelah pengobatan mungkin perlu terus memakai interferon pada dosis lebih rendah, disebut terapi pemeliharaan.

Beberapa unsur dapat mempengaruhi keberhasilan pengobatan HCV. Kita lebih baik menanggapi pengobatan jika kita:

* Mempunyai HCV genotipe 2 atau 3
* Mulai dengan viral load HCV yang lebih rendah
* Mulai sebelum HCV merusak hati
* Perempuan
* Di bawah usia 40 tahun
* Tidak minum minuman beralkohol

Pencegahan
Belum ada vaksin untuk HCV. Cara terbaik untuk mencegah infeksi HCV adalah menghindari terkena darah yang terinfeksi HCV, misalnya tidak memakai peralatan suntik narkoba bergantian.

Koinfeksi HCV dan HIV
Karena HIV dan HCV ditularkan melalui hubungan dengan darah yang terinfeksi, banyak orang terinfeksi kedua virus ini, yang disebut koinfeksi. Koinfeksi menimbulkan masalah khusus. HCV mempersulit penyakit HIV. Ini mungkin karena hatinya rusak. Namun, HCV tampaknya tidak mengganggu terapi antiretroviral (ART).

* Orang dengan kedua infeksi lebih mungkin depresi. Hal ini dapat menyebabkan kelupaan dosis obat (kurang kepatuhan) dan lebih mungkin mengalami masalah pemikiran.
* Untuk orang dengan HIV, HCV dapat lebih parah dan dapat lebih cepat menyebab- kan kerusakan hati. Pengobatan HCV untuk orang yang koinfeksi berhasil untuk kurang-lebih 25 persen orang dengan genotipe 1 dan 50 persen dengan gentotipe 2 atau 3
* Orang dengan HIV lebih mungkin menularkan HCV karena viral load HCV-nya lebih tinggi
* Obat yang dipakai untuk mengobati HIV mengganggu hati. Namun, kami belum tahu apakah ARV memperburuk HCV
* Kadang HIV sebaiknya diobati dulu. Jika kita memenuhi kriteria untuk ART, dan infeksi HCV kita ringan, HIV kita sebaiknya diobati lebih dahulu. HIV yang tidak diobati selama 6‑12 bulan dapat menimbulkan akibat yang parah
* Kadang HCV sebaiknya diobati dulu. Jika HIV kita belum perlu diobati (jika jumlah CD4 cukup tinggi, dan viral load HIV cukup rendah), lebih baik mengobati HCV dahulu. Setelah HCV diobati, hati dalam keadaan yang lebih baik untuk menghadapi ART
* Koinfeksi HIV dan HCV memperlambatkan peningkatan jumlah CD4 setelah ART dimulai

Rumit untuk menangani koinfeksi HIV dan HCV. Kita sebaiknya memilih dokter yang mengetahui kedua penyakit tersebut.

Peringatan
Untuk pembaca umum, jangan coba beli obat sendiri tanpa resep dokter karena bisa membuat kuman resisten (kebal) terhadap obat. Harap ditanyakan pada dokter/medis yang berkompeten, untuk dokter/medis yang ingin mempelajari bisa dicek di alamat Wikipedia (paling bawah) yang sudah diberi link ke alamat bersangkutan (tampaknya masih diperlukan tambahan literatur).

Sumber: Wikipedia.org, Spiritia.or.id, dan grup diskusi AIDS Indonesia – Friendster.

Semua isi artikel ini hanyalah merupakan informasi untuk menambah pengetahuan, diagnosa dan obat untuk menyembuhkan penyakit terkait dengan artikel ini HARUS dikonsultasikan kepada dokter sesuai bidangnya terlebih dahulu.

  1. Belum ada komentar.
  1. No trackbacks yet.

Tinggalkan komentar