Beranda > Topik panas > Dampak flu babi secara sosial: bercermin pada kasus-kasus HIV/AIDS dan Ajinomoto

Dampak flu babi secara sosial: bercermin pada kasus-kasus HIV/AIDS dan Ajinomoto

Melihat perkembangan flu babi yang semakin mengkhawatirkan ini, saya lebih khawatir lagi pada dampak sosialnya jika kasus ini berkembang di Indonesia. Ini hubungannya dengan sesuatu yang ruwet (bahasa friendster-nya complicated :)). Mungkin kalo orang ‘sekedar’ terkena flu burung saja ya tidak apa begitu menghebohkan masyarakat, tetapi kalo bercermin kepada kasus pengidap HIV/AIDS di Indonesia maka kemungkinan akan timbul gejolak yang luar biasa negatif di masyarakat pada pengidap flu babi (jika nantinya – mudah-mudahan tidak – ada orang Indonesia yang terkena flu ini). Jika pada pengidap HIV/AIDS, orang akan melihat pada prilaku yang menyebabkan seseorang terkena penyakit tersebut. Padahal tidak semua pengidap HIV/AIDS adalah pelacur, hidung belang, pengguna NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Aditif), dan homoseksual. Banyak juga diantara pengidap HIV/AIDS yang terkait secara ‘paksa’ sehingga ditubuhnya terdapat HIV. Mungkin karena pasangan hidup resminya (suami atau istri) – nya pengidap HIV/AIDS sehingga menyebabkan dirinya tertular melalui jalur hubungan sexual. Padahal pasangannya belum tentu mengerti prilaku si pengidap HIV/AIDS di masa lalu atau mungkin secara sembunyi-sembunyi berhubungan seksual dengan orang lain selain kepada dirinya. Bisa juga anak-anaknya tertular padahal mereka masih kecil dan tidak bisa membedakan mana prilaku yang baik dan buruk. Ada juga yang tertular karena jarum tatto dan suntik yang tidak steril.

Dampak sosialnya cukup besar, masyarakat cenderung menjauhi pengidap penyakit ini hanya karena melihat prilaku ‘gak benar’ yang banyak menjadi penyebab seseorang terkena HIV/AIDS. Tetangga dan bahkan keluarga banyak yang menjauhi si pengidap penyakit ini. Pada banyak kasus, rumah sakit yang menolak pasien pengidap HIV/AIDS ini sangat lumrah dijumpai. Saya pernah melihat sendiri ada perawat di suatu rumah sakit yang tidak mau masuk ke ruangan tempat seorang pasien HIV/AIDS diopname, mungkin karena mereka takut tertular. Terpaksa keluarganya mengantarkan makanan tersebut kepada pasien tersebut. Padahal HIV/AIDS tidak bisa menular hanya sekedar bertukar udara dalam satu ruangan. Saya tidak tahu apakah si perawat mengerti atau tidak prosedur tetap menangani pasien HIV/AIDS.

swine-fluPada kasus flu babi, ada kemungkinan ini akan sama dengan kasus HIV/AIDS. Orang akan melihat pada babinya. Hewan yang diharamkan untuk memakannya. Semua bagian tubuhnya haram. Bagaimana dengan genetiknya? Saya belum mendengar fatwa MUI atau ulama manapun tentang kasus flu babi. Saya pikir mestinya MUI siap sedia sebelum flu ini ‘mampir’ ke Indonesia.

Mari kita lihat pada kasus AJinomoto tahun 2001 lalu, secara ilmiah monosodium glutamate (MSG) atau bumbu masak yang diproduksi PT Ajinomoto sama sekali tidak mengandung porcine atau unsur dari babi. Kajian BPPT, melalui Deputi Kepala BPPT Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi Dr Wahono, menyatakan, MSG dibuat melalui proses fermentasi molases oleh bakteri brevibacterium. Sebelum digunakan dalam fermentasi, bakteri disegarkan dan dibiakkan dalam media padat yang mengandung nutrisi, antara lain 0,5 persen bacto-soytone.

Bacto-soytone dibuat dengan cara hidrolisa enzimatis (pemecahan dengan enzim) menggunakan enzim porcine. Namun, kaidah ilmiah reaksi enzimatis maupun hasil pengujian POM menunjukkan, enzim porcine tidak masuk dalam struktur produk. “Secara ilmiah dipastikan, dalam bacto-soytone tidak terkandung residu enzim porcine sehingga disimpulkan, enzim porcine juga tidak terdapat dalam MSG,” tegas Wahono. Namun pada kenyataannya MUI tetap tidak mau menarik Fatwa yang terlanjur dikeluarkannya: Ajinomoto haram dikonsumsi bagi setiap Muslim karena mengandung sesuatu dari babi.

Nah, berdasarkan riset Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat, diduga kuat flu babi ini adalah gabungan antara flu unggas, flu babi, dan flu manusia. Virus kemungkinan berubah di tubuh babi. Ini kan jelas-jelas lebih haram ketimbang Ajinomoto karena virusnya telah bercampur dengan genetik babi dan diproduksi dalam tubuh babi. He he saya kok jadi seperti ahli fiqih, main vonis haram saja. Maksud saya, jika MUI tidak mengeluarkan Fatwa sejak dini maka masyarakat-lah yang akan membuat fatwa atau kesimpulan sendiri sesuai dengan persepsi masing-masing orang atau berdasarkan mazhab-mazhab yang banyak dianut oleh kaum Muslimin di Indonesia. Itu artinya, nantinya jika suatu saat ada beberapa orang Indonesia yang terkena flu babi maka akan memunculkan dampak yang sama, atau lebih parah ketimbang pada kasus HIV/AIDS.

Anda bisa membayangkan hal ini??

  1. OnE
    30 April 2009 pukul 08:35

    Berarti manusia yang tertular flue babi juga haram dung, kan virusnya berasal dari babi heheheheh…..
    Lindungi hambamu ya Allah……

    • binte
      4 November 2009 pukul 11:18

      ga ada yang haram d dunia ini,kecuali anda sendiri yang menganggapnya haram,,
      haha

      • 26 April 2010 pukul 11:20

        pas sekali……….
        bahwa tidak ada yang haram jika sebenarnya kita sendirilah yang mencari masalah…………
        walaupun bagi umat islam bahwa babi itu haram mungkin menurut setiap masing2 agama itu berhak karena itu mengikuti kepercayaan kita dalam beragama…………

      • Anonim
        6 Oktober 2011 pukul 12:52

        bnyk ckali di dunia ini contohnya miras ganja

        jd di dunia ini bnyak x yg harramm

  2. pisangkipas
    9 Mei 2009 pukul 09:21

    Ini tantangan bagi pemikir-pemikir Indonesia baik ahli di bidang agama (dalam hal ini Islam) atau sosial, jaman sekarang segala kemungkinan bisa terjadi dan kita tidak boleh tetap menjadi orang yang mudah kaget menghadapi situasi baru. Kaget >> stres karena pengetahuan, wawasan dan pergaulannya kurang >> merasa diri sudah pintar lalu malas belajar sehingga ngotot dengan prinsipnya >> membela diri sendiri dan menyalahkan orang lain (yang belum tentu salah) >> dst.

  3. 26 April 2010 pukul 11:22

    benar sekali……… itu tidak akan terjadi jika tidak kita yang mencari masalah………
    mungkin setiap umatnya masing2 pasti mempunyai keharaman dalam beragama tpapi itu tidak ada sangkut pautnya dengan sesuatu yang bila itu mengebabkan kita harus tertimpa pengakit,,,,,,,,,,,,,………

  1. No trackbacks yet.

Tinggalkan komentar